KKM di Kantor Desa? Yuk Kenali Kewajiban Perpajakan Di Sana!

Oleh : Asya Annisa Silkapianis dan Prisceilla Bungaswara

Kuliah Kerja Mahasiswa merupakan salah satu kegiatan yang wajib diikuti mahasiswa PKN STAN. Tahun ini, mahasiswa PKN STAN melaksanakan KKM di beberapa desa di Provinsi Banten, diantaranya desa-desa di kabupaten Lebak, Pandeglang, dan Tangerang. Sebagai kampus vokasi yang menyelenggarakan pendidikan di bidang keuangan negara, tentunya aspek perpajakan pemerintahan desa merupakan salah satu materi yang tidak dapat dipisahkan dalam transfer knowledge selama pelaksanaan KKM ini. 

Berdasarkan Pasal 1 angka 18 PMK No. 59/PMK.03/2022, Instansi Pemerintah adalah Instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran. Instansi pemerintah juga wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintahan. Kewajiban Perpajakan bendahara desa timbul karena adanya pembayaran yang bersumber dari APBN. Secara garis besar, kewajiban perpajakan pemerintahan desa terdiri dari kewajiban mendaftar, memotong dan memungut, menyetor, membuat bukti potong, serta melaporkan SPT. 

  1. Kewajiban mendaftar

Instansi pemerintah, termasuk pemerintahan desa wajib mendaftarkan diri terkait NPWP pada KPP atau KP2KP sesuai wilayah kerja Instansi Pemerintah. Pada pemerintahan desa, pendaftaran dapat dilakukan oleh kepala desa atau perangkat desa pelaksana pengelolaan keuangan desa.

  1. Kewajiban memotong dan memungut

Bendahara desa wajib melakukan pemotongan atau pemungutan atas pajak yang terutang. Objek pajak yang dilakukan pemotongan atau pemungutan oleh bendahara desa merupakan objek pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN), yakni sebagai berikut:

  1. PPh Pasal  21

Pada instansi pemerintah desa, umumnya PPh Pasal 21 dipotong atas penghasilan yang diterima oleh pegawai (PNS dan nonPNS), serta penghasilan yang diterima oleh bukan pegawai. Teknis pemotongan PPh Pasal 21 ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 16/PJ/2016. Dan tentunya, bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP, maka akan dikenakan kenaikan 20% dari PPh Pasal 21 yang seharusnya terutang. Contoh objek PPh Pasal 21 yang dipotong bendahara desa: insentif ketua RT, honorarium pegawai PNS dan non PNS, gaji bulanan honorer, upah harian kuli bangungan, dll.

  1. PPh Pasal 22

Pemungutan PPh atas pembelian barang yang dilakukan bendahara desa. Tarif yang digunakan adalah sebesar 1,5% apabila lawan transaksi memiliki NPWP dan tarif 3% (kenaikan tarif 100%) apabila lawan transaksi tidak memiliki NPWP. Pemungutan ini tidak dilakukan atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000 tidak termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah-pecah, pembelian barang dengan menggunakan kartu kredit pemerintah, pembelian BBM/BBG/pelumas/benda pos/air/listrik, pembelian barang menggunakan dana BOP pendidikan, pembelian gabah dan atau beras, pembayaran kepada rekanan pemerintah yang memiliki dan menyerahkan fotokopi Surat Keterangan, pembelian barang dari WP yang memiliki dan menyerahkan fotokopi SKB, serta pembayaran dengan mekanisme uang persediaan atas pembelian barang yang dilakukan melalui pihak lain dalam Sistem Informasi Pengadaan yang telah dipungut PPh Pasal 22 oleh pihak lain. Contoh objek PPh Pasal 22 yang dipungut bendahara desa: pembelian laptop, printer, mesin chopper, hewan ternak, bibit, dan benih yang nilainya di atas 2 juta rupiah.

  1. PPh Pasal 23

Bendahara desa melakukan pemotongan atas pembayaran sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan dan imbalan jasa selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 dipotong 2% dari nilai transaksi untuk WP ber-NPWP dan 4% untuk WP yang tidak memiliki NPWP. Selain itu, atas bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 dipotong 2% dari nilai transaksi untuk WP ber-NPWP dan 4% untuk WP yang tidak memiliki NPWP. Contoh objek PPh Pasal 23 yang dipotong bendahara desa: pembayaran jasa catering

  1. PPh Pasal 4 ayat (2)

Bendahara desa melakukan pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan pada pihak lain yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2), seperti persewaan tanah dan bangunan, pengalihan hak atas tanah dan bangunan, usaha jasa konstruksi, hadiah undian, serta pembelian barang dan jasa dari WP yang menggunakan PP 23/2018 dalam perhitungan PPh nya. Contoh objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong bendahara desa: pembayaran sewa tanah dan bangunan.

  1. PPh Pasal 15

PPh Pasal 15 dikenakan atau dipungut dari wajib pajak yang bergerak pada industri pelayaran, penerbangan internasional dan perusahaan asuransi asing. Transaksi yang dipotong PPh Pasal 15 umumnya jarang dilakukan oleh bendahara desa.

  1. PPh Pasal 26

Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan atas penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain BUT berupa bunga termasuk premium, diskonto, & imbalan jaminan pengembalian utang, Royalti, sewa, dan penghasilan lain, sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, serta hadiah dan penghargaan. Penghasilan dipotong PPh dengan tarif lebih rendah, atau tidak dipotong, sesuai dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) apabila WP dapat menunjukkan Surat Keterangan Domisili (SKD) WP LN.

  1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM)

Selain PPh, bendahara desa juga memungut PPN dan PPnBM. PPN dipungut apabila bendahara desa membeli Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari Pengusaha Kena Pajak. PPN tidak dipungut atas transaksi pembelian paling banyak RP. 2.000.000 tidak termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah.  

  1. Kewajiban menyetorkan, melaporkan SPT dan membuat bukti potong

Setelah memotong dan memungut, bendahara desa harus menyetorkan pajak yang telah dipotong dan dipungut ke kas negara dengan terlebih dahulu membuat billing. Billing ini dapat dibuat pada akun DJP Online pemerintah desa. Setelah billing dibuat sesuai dengan nominal pajak terutang, jenis pajak dan jenis setoran, bendahara desa dapat melakukan pembayaran melalui bank mitra, maupun kantor pos.Setelah perilisan e-Bupot Unifikasi Pemerintah, bendahara desa dapat membuat billing, bukti potong, dan melaporkan SPT masa melalui satu menu, yakni menu e-Bupot Unifikasi. Melalui e-Bupot Unifikasi, instansi pemerintah dapat lebih dulu menyiapkan bukti potong dan dapat meng-generate kode billing secara otomatis setelah bukti potong disiapkan. Setelah melakukan pembayaran atas billing, dan melakukan validasi NTPN, maka SPT masa siap untuk dilaporkan. SPT masa ini paling lambat dilaporkan pada tanggal 20 bulan berikutnya.