Oleh: Yunita Dian Puspitasari, I Putu Hendy Bimantara Dinata
Konser musik adalah hal yang paling dinanti-nanti oleh para penggemar musik. Tak hanya untuk generasi muda saja, konser musik dapat dinikmati oleh semua kalangan usia. Antusiasme masyarakat mengenai konser musik sangat meningkat mengingat sudah hampir empat tahun berlalu dunia ini terbelenggu oleh pandemi Covid-19. Antusiasme masyarakat indonesia terhadap konser musik juga meningkat tajam, khususnya bagi penggemar band atau boyband mancanegara. Bahkan, baru-baru ini masyarakat indonesia dihebohkan dengan adanya sebuah band dari Inggris dan girlgroup Korea yang menggelar konser di Gelora Bung Karno (GBK), yaitu Coldplay dan Blackpink. Banyak orang yang rela menghabiskan uangnya untuk membeli tiket yang harganya relatif menguras kantong. Pemburu tiket harus mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli tiket konser yang juga dikenai pajak.
Terkait fenomena tersebut, masyarakat perlu mengetahui bahwa setiap pembelian tiket konser akan dikenakan tarif pajak. Namun, banyak masyarakat yang masih beranggapan bahwa tiket konser akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Padahal, untuk tiket konser dikenakan pajak daerah berupa pajak hiburan. Hal tersebut terjadi karena konser musik bukan merupakan objek PPN tetapi objek Pajak Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Ketentuan konser musik bukan merupakan objek PPN diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam peraturan tersebut tercantum pada BAB IV tentang Pajak Pertambahan Nilai bahwa Jasa kesenian dan hiburan merupakan jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Sementara itu, besaran pajak pada tiket konser bisa berbeda-beda di masing-masing provinsi di Indonesia mengingat pajak tersebut merupakan kewenangan pemerintah daerah.
Ketentuan tersebut tercermin pada penjualan tiket Coldplay dan Blackpink yang sama-sama dikenakan pajak hiburan sebesar 15% karena dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta sehingga tarif pajak disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang pajak hiburan. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta 3/2015 menyebutkan bahwa tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana yang berkelas internasional sebesar 15% (lima belas persen).
Selain aspek PPN dan PDRD, terdapat pula aspek pajak penghasilan pada penjualan tiket konser. Aspek PPh ini melekat kepada pihak promotor selaku penjual tiket dan memperoleh penghasilan dari hasil penjualan tiket tersebut. Penghasilan dari penjualan tiket tersebut nantinya akan digabungkan dengan penghasilan lainnya yang diperoleh dalam satu tahun pajak. Setelah itu pada akhir tahun pajak akan dilakukan perhitungan PPh terutang atas seluruh penghasilan tersebut.
Skema perhitungan PPh terutang untuk pihak promotor dapat menggunakan beberapa jenis cara. Bagi promotor yang omset usahanya masih di bawah 4,8 miliar, maka dapat menggunakan tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5% untuk menghitung PPh terutang setiap bulannya. Selanjutnya bagi WP yang omsetnya mencapai 50 miliar, dapat melakukan perhitungan PPh terutang berdasarkan ketentuan pada pasal 31E UU PPh. Sedangkan untuk promotor dengan omset yang telah melebihi 50 miliar menghitung PPh terutang berdasarkan ketentuan pada Pasal 17 UU PPh.
Aspek perpajakan dalam penjualan tiket konser merupakan hal yang penting untuk dipahami oleh pihak promotor maupun pembeli tiket. Hal ini untuk memastikan masing-masing pihak memahami kewajiban perpajakan yang harus mereka penuhi berkaitan dengan transaksi penjualan tiket konser. Ketika setiap pihak telah memahami aspek perpajakan dengan baik maka mereka akan terhindar dari hal-hal yang merugikan seperti terkena sanksi perpajakan.