Oleh: Salsabila Zera Pharresia dan Aulia Afifa
Pemerintah telah mengeluarkan aturan baru dalam rangka menerapkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Aturan baru ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2023, yang membahas tentang penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tak berwujud. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan hukum yang sebelumnya tersebar dalam beberapa peraturan. Aturan yang sebelumnya berlaku, seperti PMK-96/PMK.03/2009, PMK-248/PMK.03/2008, dan PMK-249/PMK03/2008 juga dicabut melalui PMK ini.
Dalam penjelasan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa tujuan dari aturan ini adalah untuk memberikan kepastian hukum sesuai UU HPP, serta untuk memudahkan pemahaman terkait penyusutan dan amortisasi. Dengan adanya PMK-72 ini, peraturan-peraturan lama yang berhubungan dengan hal ini dapat lebih terfokus dan lebih mudah diaplikasikan.
Salah satu poin penting dalam PMK-72 adalah mengenai penyusutan harta berwujud. Penyusutan ini diterapkan pada harta berwujud yang digunakan dalam usaha selama lebih dari satu tahun, seperti peralatan atau kendaraan. Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menghitung penyusutan: metode garis lurus atau saldo menurun. Masa manfaat harta berwujud tetap sama seperti sebelumnya, dengan periode yang berbeda tergantung pada kelompoknya. Contohnya, harta berwujud dalam kelompok 1 disusutkan selama 4 tahun, kelompok 2 selama 8 tahun, dan seterusnya. Namun, ada penambahan baru pada masa manfaat bangunan permanen. Sekarang, Wajib Pajak (WP) dapat memilih untuk menyusutkan bangunan permanen selama 20 tahun atau sesuai masa manfaat sebenarnya yang tercatat dalam pembukuan WP. Hal ini berlaku mulai Tahun Pajak 2022 dan WP perlu memberitahukan pilihan mereka paling lambat pada 30 April 2024. Poin penting lainnya yaitu bahwa biaya perbaikan harta berwujud dengan masa manfaat lebih dari satu tahun akan dimasukkan ke dalam nilai sisa buku harta tersebut dan dibebankan secara berkala melalui proses penyusutan.
Selain itu, PMK ini juga mengatur tentang penggantian asuransi. Jika terjadi pengalihan atau penarikan harta yang diasuransikan, nilai buku fiskal harta yang dialihkan atau ditarik akan diakui sebagai kerugian dan nilai asuransi akan dicatat sebagai penghasilan pada tahun penarikan. Namun, WP dapat meminta penundaan pengakuan kerugian ini dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Selanjutnya, PMK-72 juga membahas amortisasi harta tak berwujud. Amortisasi ini berlaku untuk harta yang tidak berwujud, seperti hak paten atau merek, dan digunakan dalam usaha lebih dari satu tahun. Masa manfaat amortisasi tetap mengikuti kelompoknya, dengan periode 4, 8, 16, dan 20 tahun. Ada penambahan baru untuk harta tak berwujud dengan masa manfaat lebih dari 20 tahun. WP sekarang dapat memilih menggunakan masa manfaat 20 tahun atau masa manfaat sebenarnya yang tercatat dalam pembukuan mereka.
Aturan ini juga diberlakukan untuk bidang usaha tertentu, seperti kehutanan, perkebunan, dan peternakan. Setiap bidang usaha ini memiliki aturan penyusutan sendiri, tergantung pada karakteristiknya.