Toko Furniture Nyambi Buka Restaurant, Kena Pajak Apa?

Oleh: I Putu Hendy Bimantara Dinata, dan Prisceilla Bungaswara

Perkembangan dunia ekonomi dan bisnis pada masa kini membuka peluang yang sangat besar bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi terhadap bisnisnya. Perluasan bisnis yang dilakukan tentunya menyebabkan pertambahan pajak yang harus disetorkan kepada pemerintah. Macam pajak yang diberikan perlu diperhatikan sehingga pengusaha dan masyarakat mengetahui pemungutan seperti apa yang dilakukan pemerintah sejalan dengan peningkatan keuntungan yang didapat perusahaan saat ekspansi bisnis. Tantangan yang perlu diperhatikan adalah suatu perusahaan yang melakukan ekspansi jenis usaha berbeda dengan usaha utamanya. Hal ini tentu memberikan pertanyaan apakah pengelolaan pajak yang dilakukan sama saja atau berbeda. 

Dewasa ini kerap kali ditemukan perusahaan yang bergerak di bidang penjualan furniture rumah tangga, tetapi juga membuka restaurant di dalamnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat terhadap barang penjualan utama sekaligus menambah keuntungan perusahaan di bidang lain. Salah satu contoh paling familiar tentang hal ini adalah IKEA yang juga membuka restoran di dalam toko furniture-nya untuk semakin menarik para pelanggan. Hal yang menjadi pertanyaan adalah untuk perusahaan-perusahaan seperti itu, bagaimanakah aspek perpajakannya?

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan ketentuan tersebut, suatu perusahaan furniture rumah tangga merupakan suatu badan bisnis yang memiliki kewajiban membayar pajak. Jenis pajak bermacam-macam, disesuaikan dengan jenis objek pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak. 

Aspek perpajakan pertama dari perusahaan furniture tentu saja berasal dari transaksi penjualan furniture yang menjadi bisnis utama dari perusahaan. Atas transaksi penjualan furniture yang dilakukan oleh perusahaan tentunya akan terutang pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan. Penghasilan dari penjualan furniture akan diperhitungkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, sehingga diperoleh laba usaha yang nantinya akan dijadikan dasar dalam pengenaan Pajak Penghasilan. 

Selain pajak penghasilan, transaksi jual beli furniture yang dilakukan oleh perusahan juga terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang ditetapkan atas transaksi jual-beli barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh subjek pajak (dalam hal ini adalah badan) yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pihak yang memiliki kewajiban menyetorkan dan melaporkan adalah perusahaan yang berkaitan, tetapi yang memiliki kewajiban membayar adalah konsumen akhir. Sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tarif PPN yang dikenakan adalah 11 persen. Pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia ini dikenakan kepada perusahaan furniture terhadap penjualan utama yaitu furniture.

Ketika toko furniture membuka usaha sampingan berupa restoran di dalam tokonya, tentu saja akan ada aspek perpajakan baru yang harus dipenuhi oleh toko tersebut. Dari sisi penghasilan atas penjualan makanan di restoran tentu saja juga merupakan objek pajak penghasilan seperti penghasilan dari penjualan furniture. Perbedaan terdapat pada aspek perpajakan pada transaksi jual beli makanan yang dilakukan di restoran. Jika pada transaksi jual beli furniture, perusahaan wajib memungut PPN, maka untuk penjualan makanan dan minuman di restoran, perusahaan melakukan pemungutan atas pajak restoran terhadap konsumen di restoran. Ketentuan terbaru mengenai pajak restoran kini diatur pada Undang-Undang  Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada Undang-Undang HKPD tersebut diatur ketentuan bahwa atas penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu yang salahs satunya meliputi makanan dan/atau minuman yang dilakukan oleh restoran merupakan objek pajak penyerahan barang dan jasa tertentu (PBJT) yang diadministrasikan oleh Pemerintah Daerah. Tarif PBTJ untuk penyerahan makanan dan minuman di restoran ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah dengan ketentuan tarif maksimal adalah 10%. Jadi ketika sebuah toko furniture membuka usaha baru berupa restoran di dalam tokonya maka akan terdapat aspek perpajakan baru yang harus dijalankan oleh toko tersebut. Perbedaan terutama terdapat pada aspek pajak tidak langsung yang harus dijalankan. Atas transaksi penjualan furniture, maka WP wajib memungut PPN sedangkan atas penjualan makanan dan minuman di restoran, maka WP wajib memungut PBJT.