Oleh : Abdullah Aziz Alaika dan Nur Rahmawati
Belakangan ini, seruan untuk memboikot pembayaran dan pelaporan pajak sedang memanas. Hal tersebut disebabkan lantaran adanya permasalahan terkait perilaku hedonisme yang ditunjukkan oleh keluarga seorang Aparatur Sipil Negara (ASN). Banyak dugaan muncul mengenai asal-usul kepemilikan harta tersebut yang tidak dapat didukung dengan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) karena tidak semua harta tersebut dilaporkan. LHKPN sejatinya merupakan instrumen yang digunakan untuk pengawasan kekayaan dan akuntabilitas harta penyelenggara negara sehingga dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan terlepas dari jerat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Tidak dilaporkannya seluruh harta pada LHKPN, menimbulkan keraguan masyarakat terkait ketaatan penyelenggara negara dan menimbulkan adanya persepsi bahwa pajak yang masyarakat bayar selama ini diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Kepercayaan publik terhadap fungsi dan manfaat pajak pun dipertanyakan.
Merujuk pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan bahwa sebenarnya pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat digarisbawahi bahwa perpajakan tersebut tidak berfungsi sebagai imbal jasa secara langsung bagi yang berkontribusi, namun dikelola untuk keperluan negara dalam hal ini untuk kemakmuran rakyat. Lantas dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, wajib pajak melakukannya secara mandiri mulai dari daftar, hitung, bayar, hingga lapor yang merupakan perwujudan dari sistem perpajakan self-assessment. Sistem ini diberlakukan sejak 1 Januari 1984 berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk dapat berperan aktif dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya.
Pajak sendiri merupakan penyumbang terbesar dalam pendapatan negara. Dilansir dari APBN Kita Kaleidoskop 2022, realisasi pendapatan negara tahun 2022 sebesar Rp2.626,42 triliun dengan porsi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.716,76 triliun. Pajak yang terkumpul digunakan untuk mensejahterakan bangsa Indonesia. Hal tersebut merupakan pengejawantahan dari keempat fungsi pajak, yaitu budgetair, regulerend, stabilitas, dan redistribusi pendapatan. Pajak sebagai budgetair diartikan bahwa pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, seperti penyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pelayanan publik lainnya. Fungsi regulerend merupakan fungsi yang dijalankan pemerintah apabila hendak mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan perpajakan dengan kata lain pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan. Implementasi dari fungsi ini berupa perubahan tarif dan bracket Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi agar lebih mencerminkan keadilan. Selanjutnya, fungsi stabilitas menjamin dengan adanya pajak maka pemerintah memiliki dana yang cukup untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilisasi perekonomian, implikasi dari fungsi ini adalah dengan pemberlakukan pajak kripto. Sementara itu, fungsi pajak sebagai distribusi diartikan bahwa pajak dapat digunakan sebagai alat dalam pemerataan penghasilan melalui pembangunan nasional seperti bandara dan/atau Pelabuhan baru yang otomatis akan menyediakan lapangan pekerjaan, maka semakin banyak pula penyerapan tenaga kerja sehingga pendapatan masyarakat pun dapat diperoleh secara merata.
Pemenuhan kewajiban perpajakan itu mudah untuk dilaksanakan. Bahkan, wajib pajak dapat melakukan pembayaran maupun pelaporan pajak dari mana saja dan kapan saja. Laman djponline.pajak.go.id memiliki beragam fitur yang easy-to-use dan memiliki tampilan yang user friendly. Wajib Pajak dapat melaksanakan pembayaran dan pelaporan pajak praktis pada satu website saja. Pembayaran dapat dilakukan dengan mengakses e-Billing sedangkan pelaporan dapat diakses dengan aplikasi e-Filing. Layanan otomatisasi berbasis elektronik ini merupakan bentuk pelayanan public untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi wajib pajak dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Lantas, setelah mengetahui fungsi dan manfaat pajak serta kemudahan fitur layanan pemenuhan kewajiban perpajakan, maka tidaklah tepat apabila mengambil keputusan untuk memboikot pembayaran dan pelaporan pajak. Apabila hal tersebut dilakukan, maka tidak hanya merugikan diri sendiri namun juga bangsa Indonesia. Pelaksanaan kewajiban pembayaran dan pelaporan pajak telah diatur dengan undang-undang maka apabila tidak memenuhinya terdapat sanksi dan/atau denda yang akan dikenakan ke wajib pajak. Dampak yang lebih luas dari pemboikotan pajak adalah berkurangnya pendapatan negara yang berujung pada tidak tersedianya cukup dana untuk melakukan pembangunan nasional hingga tidak berkembangnya ekonomi Indonesia. Lalu, untuk permasalahan yang terjadi alangkah lebih baik apabila masyarakat menyikapinya dengan permintaan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara serta penegakan fungsi pengawasan pejabat pengelola keuangan negara.