Oleh: Salsabila Zera Pharresia dan Alda Fredlina
Baru-baru ini sosial media ramai dikarenakan unggahan netizen mengenai pelaporan karakter genshin impact pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Ramainya postingan tersebut menandakan telah masuknya periode pelaporan SPT untuk tahun pajak 2022. Setiap pergantian tahun biasanya akan dirayakan dengan kembang api serta perayaan meriah lainnya. Namun, pergantian tahun juga menandakan ritual tahunan yang wajib dilakukan oleh Wajib Pajak, yaitu pelaporan SPT atas penghasilan yang telah diterima pada tahun sebelumnya.
Merujuk pada pasal 1 ayat 10 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dijelaskan bahwa Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kemudian pada pasal 3 ayat 3 terdapat ketentuan mengenai batas waktu penyampaian SPT, yaitu untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak dan untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pada dasarnya SPT merupakan wadah untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghasilan yang kemudian akan dihitung menjadi pajak terutang. Oleh karena itu, informasi yang tercantum dalam SPT tentunya memuat terkait harta dan kewajiban, penghasilan yang merupakan objek pajak maupun bukan objek pajak, pembayaran atau pelunasan selama satu tahun pajak, dan pembayaran dari pihak yang diperkenankan memotong atau memungut pajak. Terkait harta sendiri, setidaknya terdapat sederet jenis harta yang patut dilaporkan dalam SPT, yaitu kas dan setara kas, harta bergerak lainnya, harta tidak bergerak, piutang, investasi, dan alat transportasi.
Dalam pelaporannya, Indonesia menganut sistem self assessment yaitu Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, sedangkan fiskus bertugas untuk mengawasinya. Keberhasilan sistem ini akan bergantung pada kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak serta pengawasan yang optimal dari Direktorat Jenderal Pajak.Selaras mengenai pelaporan harta yang tidak berwujud, dalam e-filing terdapat beberapa kategori diantaranya paten, royalti, merek dagang, dan harta tidak berwujud lainnya. Berdasarkan keterangan Direktorat Jenderal Pajak dalam cuitannya di twitter mengenai pelaporan untuk karakter game yaitu merujuk pada Pasal 11A UU Pajak penghasilan sebagaimana diubah dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang dimaksud harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill). Oleh karena itu, untuk saat ini karakter game belum dapat dikategorikan dalam harta tidak berwujud untuk pelaporan SPT Tahunan. Namun, tidak menutup kemungkinan kedepannya Direktorat Jenderal Pajak akan mengkaji ulang mengenai hal tersebut menimbang banyaknya harta tidak berwujud yang beredar dalam perkembangan informasi dan teknologi saat ini.